Sumber: www.madegems.com
STOP
GLOBAL WARMING!!!
BACK
TO NATURE!!!
Slogan-slogan
diatas pasti sering kita dengar ataupun lihat di sosial media. Saya ingat
Tanggal 22 April kemarin adalah ‘Hari Bumi’ sedunia, yang pasti dikait-kaitkan
dengan masalah global warming. Orang-orang
sibuk pasang hastag sana-sini di semua
sosial media yang di punya. Gak salah kok kalau memang mau ‘memeriahkan’ hari
bumi sedunia dengan cara seperti itu. Apalagi punya maksud baik untuk memberi influence ke orang sekitarnya. Tapi kebanyakan
orang sekitarnya cuma dipengaruhi untuk masang poster atau hastag yang sama, gak ada act
nya sama sekali. Sebagai orang awam saya sendiri belum berani gembar gembor
masalah global warming dan sok paham
apa itu global warming dan bagaimana cara
menyikapinya. Mungkin akan lebih bijak kalau pahami dulu apa itu global warming
dan apa penyebabnya. Apa itu global
warming?
Pemanasan Global atau Global Warming adalah suatu proses
meningkatnya suhu
rata-rata atmosfer,
laut, dan daratan
Bumi.
Pengertian
global warming diatas saya kutip dari
Wikipedia. Oke, lagi-lagi saya akan bahas pengertian diatas dari sudut pandang
orang awam yang kurang mengerti masalah seperti atmosfer dll. Banyak banget penyebab
dari global warming, jangan dulu
ngebahas efek rumah kaca (bukan nama band -__-) atau green house effect. Penyebab yang paling mendasar dan kurang dipahami
dari masayarakat adalah penggunaan listrik yang berlebih.
Pada
dasarnya yang menjadi masalah adalah dalam menghasilkan listrik bagi kebutuhan
manusia di bumi. Listrik diproduksi kebanyakan dari pembakaran batu bara.
Beberapa negara besar yang memproduksi listrik dengan batubara dalam presentase
besar adalah Amerika, Australia, dan Cina. Untuk setiap unit energi listrik
yang di produksi, tiga unit batu bara yang di bakar, terhitung tidak efisien.
Selain itu, karena batu bara hampir murni karbon, efek dari pembakaran batu
bara – yaitu menggabungkan oksigen- menghasilkan karbondioksida yang pada
akhirnya menimbulkan polusi udara dan berpengaruh besar terhadap pemanasan
global. (http://www.green-energy-efficient-homes.com/electricity-and-global-warming.html).
Jadi untuk membantu mengurai global warming, mulailah dari hal kecil seperti
menghemat pemakaian listrik. Nah, kalau dari diri kita sendiri sudah bisa
menerapkan hal kecil seperti mematikan peralatan elektronik yang tidak
diperlukan baru deh kita mengajak sesama mengurangi dampak global warming
melalui sosial media ataupun secara verbal (jadi gak asal ikut-ikutan doang hihi).
Sumber:
naturehacks.com
Mengenai
peran pemerintah dalam pelestarian lingkungan hidup, bisa dibilang cukup baik
jika kita melihat dari lingkungan perkotaan. ‘Cukup baik’ dan belum bisa
dikatakan baik. Dapat dilihat juga usaha pemerintah dalam proses perbaikan
lingkungan hidup, terutama Jakarta yang bisa dibilang kekurangan ruang terbuka
hijau (RTH). Mungkin pemerintah dapat menerapkan “Apa yang telah diambil dari
alam, harus dikembalikan lagi ke alam”. Pemerintah mungkin tidak bisa mengontrol
laju pertumbuhan pembangunan yang ada di kota-kota besar, seperti pembangunan
gedung pencakar langit. Namun pemerintah dapat membuat peraturan baru yaitu
mewajibkan setiap gedung dengan ketinggian tertentu harus memiliki “ROOF GARDEN”.
Roof garden dapat diartikan sebagai taman yang berada di atas
atap suatu bangunan atau gedung. Fungsi dari roof garden antara lain
meningkatkan daya tahan atap/ bagian atas bangunan, mengurangi kebisingan,
penurun suhu udara, ruang yang berguna, habitat alami bagi hewan dan tumbuhan,
area resapan air, mengurangi efek pulau bahang (urban heat island effect),
mengurangi debu dan asap, dan mempercantik wajah kota (http://pertamananpemakaman.jakarta.go.id).
Sumber: opini.id
Sulit memang menanamkan pemahaman
untuk tidak merokok di ruang publik, tidak ngebut di jalan raya, dan hal paling
mendasar tapi sulit untuk diterapkan yaitu kebiasaan membuang sampah di tong
sampah. Hal-hal kecil seperti itu sebenarnya akan tumbuh dipikiran kita jika
sudah ditanamkan sejak kita kecil. Ada istilah “Belajar di waktu kecil bagai
mengukir di atas batu, belajar di waktu besar bagai mengukit di atas air”. Jadi
untuk menanamkan rasa malu saat membuang sampah sembarangan harus diberikan
sejak kecil. Untuk saat ini mungkin pemerintah di setiap daerah dapat mencontoh
dari Bali, yang menerapkan denda kepada setiap orang yang membuang sampah di
ranah publik.
Sumber: m.wartabuana.com
Musnahnya 1 juta hektar hutan di
Jambi (www.hutanindonesi.com)
merupakan kasus yang memberikan dampak besar bagi kehidupan masyarakat Jambi
khususnya. Sangat miris memang melihat kobaran api memakan pepohonan di hutan
Jambil seperti tidak ada habisnya. Reboisasi memang cara yang paling tepat
untuk menumbuhkan kembali jutaan pepohonan yang musnah tersebut. Namun, pada
kenyataanya perlu waktu yang sangat lama sampai pohon tumbuh besar, selain itu
pohon yang ditanam belum tentu hidup dalam sekali tanam. Peran pemerintah
memang sangat diperlukan dalam hal ini, untuk mencegah kasus seperti yang
terjadi di Jambi terulang di daerah lain di Indonesia. Pemerintah perlu
mempertegas hukum mengenai penggundulan hutan, dengan cara memberikan hukuman
seberat-beratnya kepada pelaku pembalakan hutan. Bukan hanya pelaku yang turun
kelapangan, tetapi juga pelaku yang mejadi otak dari pembakaran hutan tersebut.
Selain itu penebangan kayu yang digunakan untuk pembuatan kertas dan pensil
harus dikontrol dengan cara menerapkan tebang pilih. Pemerintah juga harus
mengawasi dan berperan serta memberikan pemahaman kepada pihak perusahaan
bagaimana memanfaatkan hutan dengan bijak. Apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan perusahaan, maka
pemerintah juga harus memberikan teguran dan peringatan. Penggunaan bahan kayu
sebagai bahan pembuatan alat tulis juga dapat diminimalisir dengan cara
memanfaatkan kecanggihatn teknologi saat ini yaitu dengan menggunkaan media smartphone atau berbagai macam gadget lainnya.