DINA

dinamarlia.blogspot.com

Rabu, 08 Juli 2015

Menceritakan Dosen Hukum Industri


Assalamualikum..
Ini adalah tugas akhir untuk mata kuliah hukum industri, yaitu menceritakan tentang dosen saya Ibu Yuyun Yuniar. Sebenarnya saya bingung ingin menceritakan apa, karena saya tidak begitu mengenal beliau. Waktu pertemuan untuk mata kuliah softskill juga terbilang sangat sedikit, hanya satu kali di setiap bulannya.
Sebelumnya saya berpikir kalau tugas softskill hanya formalitas saja. Dosen memberi tugas kemudian mahasiswa mengerjakan dan mengupload ke blog nya masing-masing. Karena awalnya saya kira dosen tidak akan membaca seluruh tulisan maupun tugas yang buat oleh mahasiswanya. Dengan jumlah mahasiswa yang banyak dan juga tulisan dan tugas yang dibuat cukup panjang saya kira “ah gak mungkin dibaca sama dosennya”. Tapi sepertinya mulai saat ini saya tidak boleh meremehkan tugas softskill :D. Karena...
Saya sedikit kaget ketika Ibu Yuyun di akhir pertemuan bicara masalah tulisan yang sebelumnya sudah saya upload yaitu bercerita mengenai diri sendiri. Ternyata semua tulisan dari masing-masing mahasiswa dibaca oleh beliau. Dan beliau berkata kalau tulisan kami tidak ada yang benar-benar menceritakan siapa kami sebenarnya. Tulisan seharusnya dibuat semenarik mungkin agar orang mau membacanya dan juga tidak membosankan.
Setiap tugas yang diberikan dosen harus dikerjakan semaksimal mungkin, jangan meremehkan tugas apapun. Dan jangan terlalu sering mengandalkan CTRL+C dan CRTL+V.
Terimakasih Ibu Yuyun Yuniar sudah mengubah persepsi saya tentang mata kuliah softskill. Terimakasih juga untuk satu semester ini.
Wassalam...

Senin, 08 Juni 2015

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG HAK CIPTA



Pemberian perlindungan hak cipta tidaklah cukup dan kurang memberikan arti atau manfaat bagi pertumbuhan bakat atau kreativitas bagi para pencipta. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mendorong kemajuan di bidang karya cipta sungguh sangat berarti jika diberikan perlindungan yang dapat menjamin penciptanya dimanapun dan disetiap saat, sehingga kepastian mengenai hukum diharapkan benar-benar diperoleh. Pemberian perlindungan hak cipta secara internasional merupakan langkah tepat penjaminan mutu kreativitas dari pencipta. Perlindungan hak cipta secara internasional meliputi Berner Convention,Universal Copyright Convention, Rome Convention, dan Geneva Convention.

1. Konvensi Berner
Konvensi Bern atau Konvensi Berne, merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886.Konvensi Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa telah menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan intelektual lainnya, yaitu paten, merek, dan desain industri. Sebagaimana Konvensi Paris, Konvensi Bern membentuk suatu badan untuk mengurusi tugas administratif. Pada tahun 1893, kedua badan tersebut bergabung menjadi Biro Internasional Bersatu untuk Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal dengan singkatan bahasa Prancisnya, BIRPI), di Bern.
Pada tahun 1960, BIRPI dipindah dari Bern ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan organisasi-organisasi internasional lain di kota tersebut,dan pada tahun 1967 BIRPI menjadi WIPO,Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak 1974 merupakan organisasi di bawah PBB. Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri. Artinya, misalnya, undang-undang hak cipta Prancis berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan di Prancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali diciptakan.
Namun demikian, sekadar memiliki persetujuan tentang perlakuan yang sama tidak akan banyak gunanya apabila undang-undang hak cipta di negaranegara anggotanya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, karena hal itu dapat membuat seluruh perjanjian itu sia-sia. Apa gunanya persetujuan ini apabila buku dari seorang pengarang di sebuah negara yang memiliki perlindungan yang baik diterbitkan di sebuah negara yang perlindungannya buruk atau malah sama sekali tidak ada. Karena itu, Konvensi Bern bukanlah sekadar persetujuan tentang bagaimana hak cipta harus diatur di antara negaranegara anggotanya melainkan, yang lebih penting lagi, Konvensi ini menetapkan serangkaian tolak ukur minimum yang harus dipenuhi oleh undang-undang hak cipta dari masing-masing negara.Hak cipta di bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit.
Konvensi Bern menyatakan bahwa semua karya,kecualiberupa fotografi dan sinematografi, akan dilindungi sekurang-kurangnya selama50 tahun setelah si pembuatnya meninggal dunia, namun masing-masing negara anggotanya bebas untuk memberikan perlindungan untuk jangka waktu yang lebihlama, seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan Petunjuk untukmengharmonisasikan syarat-syarat perlindungan hak cipta tahun 1993.
Untuk fotografi, Konvensi Bern menetapkan batas mininum perlindungan selama 25 tahun sejak tahun foto itu dibuat, dan untuk sinematografi batas minimumnya adalah 50 tahun setelah pertunjukan pertamanya, atau 50 tahun setelah pembuatannya apabila film itu tidak pernah dipertunjukan dalam waktu 50 tahun sejak pembuatannya. Konvensi Bern direvisi di Paris pada tahun 1896 dan diBerlin pada tahun 1908, diselesaikan di Bern pada tahun 1914, direvisi di Romapada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dandi Paris pada tahun 1971, dan diubah pada tahun 1979. Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggotaKonvensi Bern. Sebuah daftar lengkap yang berisi para peserta konvensi initersedia, disusun menurut nama negara atau disusun menurut tanggal pemberlakuannya di negara masing-masing. Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, yaitu:
a. Prinsip nationaltreatment
Ciptaanyang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorangpencipta warga negara sendiri.
b. Prinsip automatic protection
Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun (noconditional upon compliance with any formality)
c. Prinsip independence of protection
Bentuk perlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum Negara asal pencipta. Konvensi Bern yang mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistic, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September 1986, dan telah beberapa kali mengalami revisi serta penyempurnaanpenyempurnaan. Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya secara berturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota konvensi ini berjumlah 45 Negara. Rumusan hak cipta menutut Konvensi Bern adalah sama seperti apa yang dirimuskan oleh Auteurswet 1912.
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam Konvensi Bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri. Pengecualian diberikan kepada negara berkembang reserve. Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial,
atau budaya.

2. Universal Copyright Convention (UCC)
Universal Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi Bern menganut dasar falsafah Eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah Eropa dan Amerika yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan karena adanya ketentuan yang memberikan hak kepada pencipta, sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.

3. Konvensi Roma 1961
Konvensi Roma diprakarsai oleh Bern Union, dalam rangka untuk lebih memajukan perlindungan hak cipta di seluruh dunia, khususnya perlindungan hukum internasional terhadap mereka yang mempunyai hak-hak yang dikelompok dengan nama hak-hak yang berkaitan (Neighboring Rights/Related Rights).
Tujuan diadakannya konvensi adalah menetapkan pengaturan secara internasional perlindungan hukum tiga kelompok pemegang hak cipta atas hak-hak yang berkaitan. Tiga kelompok pemegang hak cipta dimaksud adalah:
a. Artis-artis pelaku (Performance Artist), terdiri dari musisi, akktor, penari,
dan lain-lain. Pelaku yang menunjukkan karya-karya cipta sastra dan seni.
b. Produser-produser rekaman (Producers of Phonogram).
c. Lembaga-lembaga penyiaran.

**Sumber: http://repository.uin-suska.ac.id/2696/4/BAB%20III.pdf

Selasa, 05 Mei 2015

CONTOH KASUS PELANGGARAN HKI

Berikut merupakan 4 kasus dari pelanggaran hak intelektual yang terjadi di Indonesia maupun di luar negeri:
1.          Perkara gugatan pelanggaran hak cipta logo cap jempol pada kemasan produk mesin cuci merek TCL bakal berlanjut ke Mahkamah Agung setelah pengusaha Junaide Sasongko melalui kuasa hukumnya mengajukan kasasi. "Kita akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), rencana besok (hari ini) akan kami daftarkan," kata Angga Brata Rosihan, kuasa hukum Junaide. Meskipun kasasi ke MA, Angga enggan berkomentar lebih lanjut terkait pertimbangan majelis hakim yang tidak menerima gugatan kliennya itu. "Kami akan menyiapkan bukti-bukti yang nanti akan kami tunjukan dalam kasasi," ujarnya. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengatakan tidak dapat menerima gugatan Junaide terhadap Nurtjahja Tanudi-sastro, pemilik PT Ansa Mandiri Pratama, distributor dan perakit produk mesin cuci merek TCL di Indonesia.
Pertimbangan majelis hakim menolak gugatan tersebut antara lain gugatan itu salah pihak (error in persona). Kuasa hukum tergugat, Andi Simangunsong, menyambut gembira putusan Pengadilan Niaga tersebut. Menurut dia, adanya putusan itu membuktikan tidak terdapat pelanggaran hak cipta atas peng-gunaan logo cap jempol pada produk TCL di Indonesia. Sebelumnya, Junaide menggugat Nurtjahja karena menilai pemilik dari perusahaan distributor dan perakit produk TCL di Indonesia itu telah menggunakan logo cap jempol pada kemasan mesin cuci merek TCL tanpa izin. Dalam gugatanya itu. penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp 144 miliar.
Penggugat mengklaim pihaknya sebagai pemilik hak eksklusif atas logo cap jempol. Pasalnya dia mengklaim pemegang sertifikat hak cipta atas gambar jempol dengan judul garansi di bawah No.-C00200708581 yang dicatat dan diumumkan untuk pertama kalinya pada 18 Juni 2007. Junaide diketahui pernah bekerja di TCL China yang memproduksi AC merek TCL sekitar pada 2000-2007. Pada 2005. Junaide mempunya ide untuk menaikkan kepercayaan masyarakat terhadap produk TCL dengan membuat gambar jempol yang di bawahnya ditulis garansi. Menurut dia, Nurtjahja telah melanggar Pasal 56 dan Pasal 57 UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Untuk itu Junaide menuntut ganti rugi materiel sebesar Rpl2 miliar dan imateriel sebesar Rp 120 miliar.
2.        Pembahasan Kasus Hak Paten (Kasus Hak Paten Obat-obatan)
India sedang mempersiapkan perlawanan menghadapi paten atas obat diabet yang didasarkan pada tanaman dari India. Kantor Paten Amerika Serikat telah memberikan paten pada sebuah perusahaan farmasi Amerika Serikat atas obat yang dibuat dari terong dan pare. Menurut pemerintah India, kedua tanaman tersebut sudah ribuan tahun digunakan untuk menyembuhkan diabetes di India dan sudah terdokumentasi dalam banyak teks tentang tanaman obat di India.
Sementara itu, tanaman afrika juga tidak luput dari pematenan. Amerika Serikat kembali memberikan paten nomor 5,929,124 granted tanggal 27 Juli 1999 kepada dua ilmuwan Swiss untuk penemuan berupa zat aktif dari akar sebuah pohon (Swartzia madagascariensis) di Afrika. Zat aktif ini digunakan untuk mengobati infeksi jamur serta gatal-gatal pada kulit. Penelitian menunjukkan bahwa bahan kimia dari pohon ini jauh lebih ampuh dari obat anti jamur yang ada sekarang, yang menarik adalah kasus ‘perang paten’ atas obat genetik antara Amerika Serikat dan Inggris.
Myrian Genetics, sebuah perusahaan Amerika Serikat telah mempatenkan dua gen manusia untuk skrining kanker payudara. Padahal sebagian besar penelitian tentang hal itu paling tidak pada satu gen yaitu BRCA2 dilakukan di Institut Penelitian Kanker Inggris. Myriad mengajukan paten beberapa jam sebelum Institut kanker mengumumkan penemuannya dalam majalah Nature. Pemberian paten ini akan mengancam pekerjaan 15 laboratorium di Inggris yang dibiayai oleh masyarakat/negara dengan biaya 15 kali lebih rendah dibandingkan di AS.
3.        Aparat dari Markas Besar kepolisian Republik Indonesia menindak dua perusahaan di Jakarta yang menggunakan software AutoCad bajakan. Masing-masing PT MI, perusahaan konstruksi dan teknik di bilangin Permata Hijau dan PT KDK perusahaan konsultan arsitektur yang beralamat di bilangan pasar Minggu. Penindakan di PT MI dilakukan pada Tanggal 23 Februari 2009. Sementara, PT KDK telah ditangani sejak tanggal 16 Februari 2009. Saat ini penyidik masih memeriksa pimpinan masing-masing perusahaan. Keduanya akan dijerat dengan UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta pasal 72 ayat 3. “Mereka diancam denda sebesar maksimal Rp 500 juta dan hukuman kurungan selama lima tahun,” terang Penyidik Mabes Polri AKBP Rusharyanto, dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (24/2). Selain kedua perusahaan, polisi juga telah melakukan tindakan terhadap para pengguna software bajakan sejenis. Pengguna yang ditangkap umumnya di dalam lingkungan perusahaan dan untuk kepentingan komersial. “Sejauh ini delapan perusahaan pengguna software jenis AutoCad bajakan yang sudah kami tindak,” terang Rusharyanto. Ia mengatakan, upaya pemberantasan software bajakan akan terus berlanjut tidak hanya AutoCad namun juga jenis software yang dilindungi hak cipta.
4.        Pelanggaran hak cipta software. Teknologi sharing file secara peer to peer (P2P) telah banyak mengurangi hambatan dalam mendapatkan informasi. Jaringan memang dibuat untuk menyebarluaskan pengetahuan, tetapi jaringan yang sama juga dapat digunakan untuk mendistribusikan materi yang melanggar hukum.Pelanggaran hak cipta software sangat umum terjadi di negara-negaraseperti Meksiko, Cina, Indonesia, Rusia, Brazil, Amerika dan di berbagai belahan dunia lainnya seolah tidak ada hukum yang mengatur. Padahal sebagian besar negara telah memiliki hukum mengenai pelanggaran hak cipta software, namun tampaknya belum cukup kuat untuk menghentikan pelanggaran-pelanggaran tersebut. 

Sumber:
http://dobel-er.blogspot.com/2014/02/tugas-kkpi-contoh-contoh-kasus.html
http://www.kaskus.co.id/thread/5254cf3cc2cb17836e000003/contoh-kasus-hak-cipta

Simbol dan Istilah dalam Hak Kekayaan Intelektual



1.    Copyright (©)
Adalah bentuk simbol dari properti intelektual yang memberikan penciptanya hak penuh dalam jangka waktu tertentu. Hak tersebut dapat berupa:
a.     Untuk menggandakan karyanya dan menjualnya.
b.     Untuk mengimpor/mengekspor karyanya.
c.      Untuk membentuk diversifikasi dari karyanya itu (pekerjaan yang diadaptasi dari karya asli).
d.     Untuk menampilkan karyanya di muka umum.
e.      Untuk menjual/mendelegasikan hak atas karyanya kepada orang lain.
f.       Untuk menyiarkan/menampilkan karyanya di radio/tv.
Simbol © ini dapat diterapkan dalam bentuk apa saja dari sebuah ide atau informasi yang telah dicetak di suatu medium yang berwujud. Beberapa juridiksi mengenal istilah ‘hak moral’ dari pencipta suatu karya, seperti hak untuk dicantumkan nama si pencipta dari suatu karya. 



Simbol Copyright biasanya terdapat di akhir sebuah film. Penggunaan simbol Copyright juga di disertai dengan tahun diterbitkannya film tersebut serta lembaga yang menerbitkannya.


2.    Trademark (™)
Merupakan sebuah tanda pembeda yang digunakan oleh individu, organisasi bisnis, atau badan hukum lainnya yang berfungsi untuk mengidentifikasikan produk/layanan di mata konsumen, dimana simbol trademark tersebut muncul dari sumber yang unik dan digunakan untuk membedakannya dari produk /layanan/merek dagang legal lainnya.  



Untuk merek dagang yang belum terdaftar, yaitu sebuah simbol yang digunakan untuk memproduksi suatu merek dagang. Contohnya: Logo TM pada image jendela di logo microsoft windows, dan kata “i’m lovin’ it” pada logo Mcdonald. 

3.    SM (Servicemark / SM)

Untuk merek layanan yang belum terdaftar, yaitu sebuah tanda yang digunakan untuk mempromosikan servis dari suatu layanan, jadi yang di tandai adalah proses pengiklanan dari suatu layanan bukan kepada desain kemasan dari layanan tersebut. Layanan transportasi dapat meletakkan simbol TM tersebut pada kendaraan mereka, seperti pesawat, atau bis. Layanan personal dapat meletakkannya pada kendaraan pengangkut mereka seperti truk, atau mobil van.

Tetapi apabila layanannya berkaitan dengan telekomunikasi, sangat mungkin sebuah suara di tandai dengan simbol SM (tanda suara) saat proses penyampaian layanan tersebut. Contohnya AT&T, yang menggunakan nada sambung suara wanita yang menyebutkan nama perusahaan untuk menjelaskan layanan mereka, dan MGM yang menggunakan suara auman singa untuk film-film mereka.

4.    R (Registered /®)


Simbol ini kepanjangan dari Racol, yaitu Registered & Authorized Company Logo, yang berfungsi untuk memberitahukan kepada khalayak ramai bahwa tanda yang sertai dengan simbol ini sudah terdafter di kantor merek dagang negaranya setempat.

Sumber: http://grafikide.com/?p=3795