DINA

dinamarlia.blogspot.com

Sabtu, 28 Mei 2016

Lingkungan Hidup





STOP GLOBAL WARMING!!!
BACK TO NATURE!!!
Slogan-slogan diatas pasti sering kita dengar ataupun lihat di sosial media. Saya ingat Tanggal 22 April kemarin adalah ‘Hari Bumi’ sedunia, yang pasti dikait-kaitkan dengan masalah global warming. Orang-orang sibuk pasang hastag sana-sini di semua sosial media yang di punya. Gak salah kok kalau memang mau ‘memeriahkan’ hari bumi sedunia dengan cara seperti itu. Apalagi punya maksud baik untuk memberi influence ke orang sekitarnya. Tapi kebanyakan orang sekitarnya cuma dipengaruhi untuk masang poster atau hastag yang sama, gak ada act nya sama sekali. Sebagai orang awam saya sendiri belum berani gembar gembor masalah global warming dan sok paham apa itu global warming dan bagaimana cara menyikapinya. Mungkin akan lebih bijak kalau pahami dulu apa itu global warming dan apa penyebabnya.  Apa itu global warming?

Pemanasan Global atau Global Warming adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi

Pengertian global warming diatas saya kutip dari Wikipedia. Oke, lagi-lagi saya akan bahas pengertian diatas dari sudut pandang orang awam yang kurang mengerti masalah seperti atmosfer dll. Banyak banget penyebab dari global warming, jangan dulu ngebahas efek rumah kaca (bukan nama band -__-) atau green house effect. Penyebab yang paling mendasar dan kurang dipahami dari masayarakat adalah penggunaan listrik yang berlebih.

Pada dasarnya yang menjadi masalah adalah dalam menghasilkan listrik bagi kebutuhan manusia di bumi. Listrik diproduksi kebanyakan dari pembakaran batu bara. Beberapa negara besar yang memproduksi listrik dengan batubara dalam presentase besar adalah Amerika, Australia, dan Cina. Untuk setiap unit energi listrik yang di produksi, tiga unit batu bara yang di bakar, terhitung tidak efisien. Selain itu, karena batu bara hampir murni karbon, efek dari pembakaran batu bara – yaitu menggabungkan oksigen- menghasilkan karbondioksida yang pada akhirnya menimbulkan polusi udara dan berpengaruh besar terhadap pemanasan global. (http://www.green-energy-efficient-homes.com/electricity-and-global-warming.html). Jadi untuk membantu mengurai global warming, mulailah dari hal kecil seperti menghemat pemakaian listrik. Nah, kalau dari diri kita sendiri sudah bisa menerapkan hal kecil seperti mematikan peralatan elektronik yang tidak diperlukan baru deh kita mengajak sesama mengurangi dampak global warming melalui sosial media ataupun secara verbal (jadi gak asal ikut-ikutan doang hihi).


 
Mengenai peran pemerintah dalam pelestarian lingkungan hidup, bisa dibilang cukup baik jika kita melihat dari lingkungan perkotaan. ‘Cukup baik’ dan belum bisa dikatakan baik. Dapat dilihat juga usaha pemerintah dalam proses perbaikan lingkungan hidup, terutama Jakarta yang bisa dibilang kekurangan ruang terbuka hijau (RTH). Mungkin pemerintah dapat menerapkan “Apa yang telah diambil dari alam, harus dikembalikan lagi ke alam”. Pemerintah mungkin tidak bisa mengontrol laju pertumbuhan pembangunan yang ada di kota-kota besar, seperti pembangunan gedung pencakar langit. Namun pemerintah dapat membuat peraturan baru yaitu mewajibkan setiap gedung dengan ketinggian tertentu harus memiliki “ROOF GARDEN”. Roof garden dapat diartikan sebagai taman yang berada di atas atap suatu bangunan atau gedung. Fungsi dari roof garden antara lain meningkatkan daya tahan atap/ bagian atas bangunan, mengurangi kebisingan, penurun suhu udara, ruang yang berguna, habitat alami bagi hewan dan tumbuhan, area resapan air, mengurangi efek pulau bahang (urban heat island effect), mengurangi debu dan asap, dan mempercantik wajah kota (http://pertamananpemakaman.jakarta.go.id). 


Sumber: opini.id
Sulit memang menanamkan pemahaman untuk tidak merokok di ruang publik, tidak ngebut di jalan raya, dan hal paling mendasar tapi sulit untuk diterapkan yaitu kebiasaan membuang sampah di tong sampah. Hal-hal kecil seperti itu sebenarnya akan tumbuh dipikiran kita jika sudah ditanamkan sejak kita kecil. Ada istilah “Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar di waktu besar bagai mengukit di atas air”. Jadi untuk menanamkan rasa malu saat membuang sampah sembarangan harus diberikan sejak kecil. Untuk saat ini mungkin pemerintah di setiap daerah dapat mencontoh dari Bali, yang menerapkan denda kepada setiap orang yang membuang sampah di ranah publik.

 Sumber: m.wartabuana.com
Musnahnya 1 juta hektar hutan di Jambi (www.hutanindonesi.com) merupakan kasus yang memberikan dampak besar bagi kehidupan masyarakat Jambi khususnya. Sangat miris memang melihat kobaran api memakan pepohonan di hutan Jambil seperti tidak ada habisnya. Reboisasi memang cara yang paling tepat untuk menumbuhkan kembali jutaan pepohonan yang musnah tersebut. Namun, pada kenyataanya perlu waktu yang sangat lama sampai pohon tumbuh besar, selain itu pohon yang ditanam belum tentu hidup dalam sekali tanam. Peran pemerintah memang sangat diperlukan dalam hal ini, untuk mencegah kasus seperti yang terjadi di Jambi terulang di daerah lain di Indonesia. Pemerintah perlu mempertegas hukum mengenai penggundulan hutan, dengan cara memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku pembalakan hutan. Bukan hanya pelaku yang turun kelapangan, tetapi juga pelaku yang mejadi otak dari pembakaran hutan tersebut. Selain itu penebangan kayu yang digunakan untuk pembuatan kertas dan pensil harus dikontrol dengan cara menerapkan tebang pilih. Pemerintah juga harus mengawasi dan berperan serta memberikan pemahaman kepada pihak perusahaan bagaimana memanfaatkan hutan dengan bijak. Apabila terjadi  pelanggaran yang dilakukan perusahaan, maka pemerintah juga harus memberikan teguran dan peringatan. Penggunaan bahan kayu sebagai bahan pembuatan alat tulis juga dapat diminimalisir dengan cara memanfaatkan kecanggihatn teknologi saat ini yaitu dengan menggunkaan media smartphone atau berbagai macam gadget lainnya.